Ketidakmerataan kompetensi siswa menjadi permasalahan pelik yang terus terjadi hingga saat ini. Hal tersebut mengakibatkan adanya ketimpangan kualitas sekolah satu dengan yang lainnya. Berdasarkan permasalahan tersebut, pemerintah menerapkan sistem zonasi dalam penerimaan peserta didik baru. Namun, program baru tersebut mendapat banyak perdebatan dari masyarakat. Setuju atau tidak setujukah masyarakat dengan sistem zonasi?

Pandemi Covid-19 mengakibatkan berubahnya sistem pembelajaran menjadi pembelajaran secara daring. Pembelajaran daring tersebut bermaksud untuk menjaga keselamatan para siswa, pengajar, ataupun staf yang bekerja di lingkungan pendidikan. Namun, kebijakan tersebut tak sepenuhnya diterima dengan senang oleh masyarakat. Bagi masyarakat yang berada dalam ekonomi rendah mengalami kesulitan dengan sistem pembelajaran daring.

Para orang tua siswa dari daerah-daerah pelosok menuntut pemerintah agar menerapkan pemerataan kompetensi siswa di tiap sekolah. Orang tua siswa menginginkan diadakannya sistem zonasi agar tidak ada ketimpangan antarsekolah. Bagi mereka, lingkungan yang buruk tentunya akan memperpanjang kebodohan anak-anak mereka. Anak-anak yang bersekolah di sekolah dengan kompetensi siswa yang rendah tentunya akan kesulitan untuk berkembang. Oleh karena itu, para orang tua ingin sistem zonasi segera dijalankan.

Sumber daya guru yang tidak merata dari beberapa sekolah membuat para orang tua menyayangkan akan perkembangan pendidikan anak mereka. Para orang tua mendukung pemerintah untuk menerapkan sistem zonasi. Dengan sistem zonasi, semua sekolah diharapkan mempunyai kapasitas tenaga pengajar yang memadai.