Baca teks berikut ini dengan cermat.
Perdebatan Wacana Penghapusan Hasil Rapid Test Covid untuk Bepergian
Wacana penghapusan hasil rapid test mulai mencuat pada bulan Juni 2020. Syarat hasil rapid test, PCR, atau minimal surat keterangan sehat memang masih menjadi salah satu syarat administratif untuk bepergian berdasarkan surat edaran Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19.
Hanya saja, beberapa waktu lalu Kementerian Kesehatan menyatakan rapid test tidak direkomendasikan lagi untuk mendiagnosis orang yang terinfeksi Covid-19. Hal itu tertuang dalam Keputusan Menteri Kesehatan tentang Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Covid-19, khususnya halaman 82 pada bagian definisi operasional.
Mengenai wacana penghapusan rapid test Covid-19. Para pelaku usaha dan pengamat pariwisata memiliki pandangan berbeda. Pegiat pariwisata mendorong wacana penghapusan rapid test sebagai syarat bepergian.
Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia atau PHRI Kota Batam, Muhammad Mansyur, mengatakan rapid test tidak tepat diterapkan kepada orang yang hendak bepergian. "Karena tidak akurat dan harganya mahal," kata Mansyur kepada Tempo, Senin, 10 Agustus 2020. Calon penumpang harus membayar 85 ribu sampai 150 ribu.
Berbeda dengan Muhammad Mansyur, Siska Mandalia tidak setuju jika hasil rapid test dicabut sebagai syarat administrasi bepergian. Menurut dia, selama kurva kasus Covid-19 tinggi, syarat ini masih diperlukan untuk memetakan zona penyebaran virus corona. "Salah satu prinsip dalam pariwisata adalah keselamatan," kata dosen jebolan Tourism Management dari Chung Hua University, Taiwan, tersebut.
Apabila mengingat kondisi keselamatan negara pada saat ini, pelaksanaan tes kesehatan sangat diperlukan. Namun yang perlu diperhatikan juga adalah tes kesehatan seharusnya tidak memberatkan masyarakat dengan ekonomi menengah ke bawah, ditambah keadaan sedang seperti ini. Jadi, tes kesehatan sebaiknya tetap diadakan, tetapi dengan biaya yang terjangkau atau bisa dilakukan klaster sesuai kemampuan masyarakat yang melakukan tes.
(Sumber: Tempo.co, dengan penyesuaian)
Pihak pro dalam teks diskusi di atas adalah ....
A
Ketua Pariwisata Negara Indonesia
B
PHRI Kota Batam
C
Siska Mandalia
D
Dosen Pariwisata
Pembahasan:
Untuk mengetahui pihak pro kepada Kementerian Kesehatan dalam teks diskusi di atas, kita harus membaca teks dengan cermat.
Bagian penjelasan pihak yang pro kepada Kementerian Kesehatan dalam teks diskusi di atas terdapat pada paragraf ketiga dan keempat. Kalimat yang mendukung Kementerian Kesehatan mengenai wacana penghapusan rapid test adalah
Pegiat pariwisata mendorong wacana penghapusan rapid test sebagai syarat bepergian.
Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia atau PHRI Kota Batam, Muhammad Mansyur mengatakan rapid test tidak tepat diterapkan kepada orang yang hendak bepergian.
Jadi, pihak pro dalam teks diskusi di atas adalah PHRI Kota Batam.
Ingin latihan soal-soal dengan topik yang sama?
Ingin cari soal-soal dengan topik yang sama?
Ayo daftar untuk mendapatkan 43.530 soal latihan!
Soal Populer Hari Ini
Baca teks berikut ini dengan cermat.
Akibat adanya virus corona, segala jenis kegiatan belajar mengajar dalam lembaga pendidikan formal diliburkan untuk sementara waktu. Format pengajaran pun harus berubah. Sebagai gantinya guru dan siswa melakukan kegiatan belajar mengajar secara daring/online. Namun kegiatan tersebut seringkali mengalami kendala. Hal itulah yang membuat seorang guru di Sumenep memutuskan datang ke rumah masing-masing siswa.
Guru tersebut adalah Avan Fathurrahman. Avan merupakan guru di Sekolah Dasar Negeri Batuputih Laok 3, Sumenep, Madura, Jawa Timur. Melalui unggahan di akun Facebook pribadinya, ia menceritakan perjuangannya mengajar di masa pandemi.
Pembelajaran dari rumah mewajibkan Avan memberikan instruksi dan materi pelajaran melalui gawai. Namun hal itu tidak semudah yang diharapkan. Penyebabnya adalah karena tak semua siswa memiliki gawai untuk belajar dari rumah. Jika pun mereka memiliki gawai, tak semua siswa tahu cara pemakaiannya. Selain itu, orangtua siswa sibuk bekerja di sawah, sehingga mereka tak memiliki waktu untuk membimbing anaknya.
Karena kendala tersebut, Avan mengaku terpaksa melanggar imbauan dari pemerintah. Ia berkeliling ke rumah-rumah siswa tiga kali dalam seminggu. Avan harus rela menempuh jarak yang lumayan jauh dan trek yang lumayan sulit karena masuk ke desa-desa. "Bahkan jika hujan, saya harus jalan kaki ke rumah siswa," ungkapnya ketika ditanyai mengenai kesulitannya dalam mengajar. "Saya sadar ini melanggar imbauan pemerintah, tapi mau gimana lagi?"
Unggahan Avan di Facebooknya tersebut kemudian viral. Banyak warganet yang tersentuh dan mendukung Avan. Sebuah akun yang bernama Uti Nyiut memberi komentar, "Semoga selalu diberi kesehatan, ya, Pak. Semoga ilmu yang diajarkan menjadi berkah." Akun lain yang bernama Rubi Rubiarsih juga memberi komentar, "Guru teladan, baik dijadikan contoh untuk semua guru di Indonesia."
Avan adalah guru yang sangat peduli terhadap keberlangsungan belajar siswanya. Semangatnya dalam mengajar bagaikan matahari yang senantiasa menyinari bumi. Ia rela mengorbankan waktu dan tenaganya agar siswanya bisa mendapat pelajaran yang layak. Inisiatifnya tersebut juga tetap ia sertai dengan kesadaran mematuhi protokol kesehatan.
(Sumber: Liputan6.com, dengan penyesuaian)
Penggunaan kata ekspresif dalam teks di atas terdapat pada paragraf ....
Jika , , dan , berapakah ?
Nilai dari adalah ....
(Pilih semua jawaban yang benar)
Cermati penggalan pidato persuasif berikut!
Hadirin yang terhormat, seperti pemaparan saya mengenai bahaya dan dampak dari pergaulan bebas yang dapat merusak masa depan generasi penerus bangsa, maka sepatutnya kita melakukan tindakan preventif agar hal tersebut tidak terjadi pada diri kita maupun orang-orang di sekitar kita.
Kata teknis preventif dalam penggalan pidato tersebut berarti ....
Baca teks berikut ini dengan cermat.
Seorang remaja asal Thailand yang tinggal di timur laut Provinsi Kalasin sedang menjadi buah bibir. Remaja tersebut menjadi buah bibir lantaran menjual lukisannya, mayoritas bergambar pemadangan desa, untuk memenuhi tanggungan biaya kuliahnya.
Remaja bernama Krittamet Saisaen, atau yang akrab disapa Earth tersebut bercita-cita menjadi seorang arsitek. Remaja berusia 18 tahun tersebut mengenang kesukaanya melukis pertama kali, yaitu ketika menemani ibunya saat dirawat di rumah sakit. Hobi menggambarnya memang sudah dimulai sejak ia masih kecil. Oleh karena itu, ia sangat berkeinginan menjadi seorang arsitek yang ahli mendesain bangunan.
Earth ingin mendaftar kuliah di Arsom Silp Institute of The Arts, Bangkok. Namun, biaya yang harus ia bayar untuk bisa menempuh kuliah di sana sebesar 60 ribu baht atau lebih dari 27 juta untuk satu semesternya. Untuk meraih gelar sarjana, ia harus menyelesaikan 10 semester atau memerlukan biaya sekitar 270 juta. Biaya kuliah yang sangat tinggi tersebut tak mampu ia penuhi. Apalagi orangtua Earth sudah tidak ada. Ibunya telah meninggal dunia dan ayahnya meninggalkannya beserta adiknya.
Earth tak patah semangat. Ia berharap bisa mendapatkan uang dengan menjual lukisannya. Ia menjual lukisannya kepada tetangga dengan harga 20 sampai 50 baht, atau sekitar 10 ribu sampai 23 ribu rupiah. Meskipun dibayar sedikit, ia tak patah semangat. Ia terus memoles keterampilannya lewat guru seninya dan video tutorial di Youtube.
Kehidupan Earth membaik setelah kisahnya tersebar di berbagai media sosial. Akibat hal tersebut, ia kemudian kebanjiran pesanan membuat lukisan. Pesanan lukisan tersebut dibayar dengan harga 1000 sampai 2000 bath.
Kerja keras Earth mengasah keterampilan dan gigih menjual lukisan akhirnya menuai hasil. Earth menjadi bukti sebagai anak muda yang berjuang meraih cita-citanya meskipun banyak halangan. Dari penghasilan yang ia dapatkan tersebut ia juga bercita-cita membangun pondok ramah lingkungan untuk mengajari anak-anak melukis.
(Sumber: Liputan6.com, dengan penyesuaian)
Judul yang tepat untuk teks inspiratif di atas adalah ...